Sudah Yuk, Bentar Lagi Jam Lima!

sæb
3 min readMay 11, 2024

--

Di bulan ramadan tahun ini, baru sekali aku jalan-jalan sore sama emak nyari takjil. Hari ini aku kerja di rumah alias WFH, jadi lebih leluasa rasanya untuk pergi-pergi setelah kerja, nggak harus pulang dan membelah kemacetan ringroad utara dulu, lalu melewati Cebongan City yang… Ah sudahlah, jadikan ibukota Sleman saja dan beri pemkot sendiri biar semrawutnya berkurang, kata otakku yang sotoy. Jadi karena WFH, begitu jam kerja habis aku langsung mandi dan dandan (pagi harinya cuman cuci muka dan gosok gigi, oops). Sekitar jam 15.40 kami on the way. Emak mau beli hijab dulu katanya, jadi tujuan pertama kami adalah swalayan.

Di swalayan yang mulai ramai, kami menuju pojok hijab. Emak kelihatan excited, dan nggak takut kehabisan warna yang diinginkannya. Aku yang hanya melihat-lihat merasa anxious. Melihat keramaian, melihat banyak orang, melihat ibu-ibu di dalam, melihat bapak-bapak di luar. Hmm, rasanya familiar. Kenapa ya? Dari aku kecil hingga setua ini, bapak-bapak selalu konsisten di luar swalayan, nangkring di jok motornya, sambil nyebat. Apa mereka bapak-bapak yang sama?

Namanya cewek, nggak afdol kalau belanjanya sat-set. Dengan variasi warna hijab yang ternyata sudah nggak unlimited lagi, emak tetap pusing tanpa perlu keliling, menentukan hijab yang dia inginkan. Di tangannya, ada lima variasi hijab warna biru yang siap dia sabung. Lalu setelah itu, di depan kaca, puluhan “cocok yang mana?” eksis sebagai bentuk intrusi terhadap otak depanku yang dari tadi sedang kerja keras. Tapi, ya sudah biarkan saja dia gitu. Memang harusnya begitu. Kalau salah pilih warna, nanti mataku pusing melihat outfit-nya yang nggak senada, seperti hari-hari biasa. Toh, aku di sini memang tugasnya nge-judge pilihan warna hijab yang mau dia beli.

Empat puluh menit berlalu dengan hasil dua hijab di kantong belanja. Kami pulang, tapi mau mampir nyari takjil, tujuan utama kami. Sampai di tempat jajanan pasar yang dituju, aku merasakan kebimbangan. Pilihan menu sayur dan jajanannya sangat variatif, bikin pengen borong saja. Emak gantian jadi judge dan time keeper aku. Aku yang hobi makan ini harus disadarkan kalau kebimbanganku adalah tes kepekaan lucu-lucuan si ghrelin yang kurang kerjaan saja. Nggak usah belagak jadi manusia peka, umpat otakku. Eh tapi sebentar, apa tadi, time keeper? Emak sudah jadi time keeper sejak dari rumah, wle.

“Sudah belum siap-siapnya? Keburu sore, ayo!”

“Yang mana ya? Kok aku lebih suka warna ini, tapi bahannya bagus yang itu.”

“Masuk nggak nih warnanya ke gamis baruku?”

“Yang satu tadi mana? Duh, kok aku lupa naruhnya, padahal bagus.”

“Sudah yuk, sudah sore banget, dua ini saja.”

“Wah pengen lihat sandal, tapi besok saja deh.”

“Harusnya beli gula, minyak, dan mie sekalian tadi.”

“Mau sayur apa lagi? Sekalian aku mau bayar, sini, bentar lagi jam lima”.

Setelah keluar swalayan aku tanya ke emak, masih ada yang dibeli atau tidak, dijawab besok saja, ini sudah sore. Di jajanan pasar, setelah jajanan terbayar, aku tanya lagi, mau mampir mana, dijawabnya nggak usah, langsung pulang saja. Dalam perjalanan pulang, aku memacu skuterku pelan-pelan karena jalanan cukup ramai, tapi emak nodong aku buat lebih ngegas. Aku sewot, keselamatan adalah prioritas utama manusia parnoan ini. Di titik itu, rasa kepoku sudah memuncak. “Kenapa? Kan jam lima juga belum ada.”

“Ya memang belum ada, tapi kan nanti sampai rumah pasti jam lima lebih. Kita masih harus masak, bikin teh, nyiapin buka buat bapakmu. Kalau telat baliknya ya nggak cukup waktunya, keburu buka puasa. Masih mau mampir ke warung beli… Ngeeeng… Tiiin… Ayo maju mas... Priiiit... Hei, kamu jangan langsung nyelonong saja!”

Macetnya perempatan Cebongan City lumayan membantu meredam jawaban yang nggak pengen aku dengar itu.

Dari ujung rumah tetangga, aku bisa lihat bapakku, yang sudah dapat cuti lebaran, mainan HP dengan gembira di sofa depan rumah. Sebelum aku matikan lampu sein skuterku, aku sudah tahu, setidaknya gelas dan piring belum tertata di meja makan. Sampai depan kamarku, bau-baunya air untuk bikin teh masih mentah. Jalan-jalan sore nyari takjil ini mengajariku time management. Oh iya jangan lupa, saat ramadan, cewek-cewek sudah harus sampai rumah sebelum jam lima.

That’s how you should act as a man.
Photo by Aiden Frazier on Unsplash

Yours, sæb
03 April 2024

--

--